Washington- Sebuah kajian terbaru mengenahi jumlah pengeluaran biaya perang Amerika menyebutkan bahwa militer AS telah menghabiskan lebih dari US$ 5,6 Trilyun (sekitar Rp 75.600 Trilyun) sejak 2001. Jumlah ini tiga kali lipat lebih banyak dari estimasi aktual yang dilakukan Pentagon.

Sebelumnya, Departemen Pertahanan melaporkan di awal tahun ini bahwa Amerika sudah membelanjakan anggaran sekitar US$ 1,5 Trilyun selama konflik. Angka tersebut sudah termasuk biaya penempatan pasukan darat di Iraq dan Afghanistan, serangan udara di Suriah dan Iraq dalam perang melawan ISIS, dan operasional serangan & kampanye drone terhadap kelompok-kelompok jihadis di Pakistan.

Sejumlah pihak menganggap angka tersebut (1,5 T) terlalu mengecilkan biaya riil yang harus ditanggung oleh para pembayar pajak Amerika, paling tidak menurut Institut Watson untuk Urusan Publik & Internasional dari Universitas Brown. Bahkan, lebih jauh Institut Watson menyebut jumlah biaya total sebesar US$ 5,6 Trilyun, atau US$ 23.000 per pemegang NPWP.

Sementara estimasi awal Pentagon adalah tiap pembayar pajak terbebani US$ 7,740 untuk membiayai perang & konflik sejak serangan spektakuler pada tanggal 11 September 2001 lalu di New York yang menewaskan sekitar 3.000 orang.

“Perang telah menguras banyak anggaran, jauh lebih banyak dari yang pernah kita keluarkan pada perang-perang sebelumnya,” kata Neta Crawford kepada Wall Street Journal. Crawford termasuk salah satu yang terlibat dalam studi itu. “Ada biaya-biaya lain selain biaya perang itu sendiri, dan ada konskuensi-konskuensinya bila biaya tersebut dikeluarkan, bahwa kita harus masukkannya sebagai bagian dari biaya,” imbuhnya.

Studi ini tidak hanya mengkalkulasikan uang yang sudah dikeluarkan oleh Pentagon, tetapi juga anggaran Departemen Luar Negeri, Departemen Urusan Veteran, dan Departemen Keamanan Dalam Negeri yang diperuntukkan bagi proyek “perang melawan terorisme”.

Biaya total ini juga termasuk dukungan finansial kepada sekutu-sekutu AS untuk memerangi kelompok-kelompok yang dianggap ekstrimis, terutama di negara-negara Eropa Timur, seperti: Kroasia, Georgia, Hungaria, Polandia, dan Rumania. Dukungan finansial tersebut plus US$ 1 Trilyun yang didedikasikan bagi para veteran yang terluka maupun cacat permanen akibat konflik.

Khusus untuk di Afghanistan, AS sudah terseret ke dalam kubangan konflik selama 16 tahun yang kemudian mendorong Presiden Donald Trump mengumumkan strategi baru di bulan September lalu dengan kebijakan eskalasi militer untuk memerangi Taliban dan kelompok-kelompok jihadis lainnya.
Di Iraq, AS telah menarik pasukannya pada tahun 2011 setelah menginvasi negeri itu selama satu dekade. Misi tempur pasukan darat di Iraq kemudian dilanjutkan dengan misi konsultatif dan pelatihan pasukan pemerintah Iraq. Sementara angkatan udara AS masih terus memimpin koalisi internasional untuk melakukan operasi militer memerangi ISIS di bagian barat dan utara Iraq.

Namun demikian, perlu diketahui bahwa studi “biaya perang AS” ini belum memasukkan biaya dukungan militer AS lainnya di “second front” atau di luar negara-negara tersebut di atas, seperti Tunisia, Filipina, Mesir, dan negara-negara lainnya. Jika biaya perang di “second front” ini dimasukkan tentu besarannya akan jauh melebihi estimasi aktual sebelumnya.(Syaf)



Sumber: Newsweek
Redaktur: Yasin Muslim
Axact

CYBER TAUHID

Blog ini dibuat untuk mengcounter propaganda musuh musuh Islam dari dalam maupun dari luar, bagi antum yang peduli silakan sebarkan artikel yang ada di blog ini. In Shaa Alloh kami dapatkan berita dari sumber yang terpercaya.NO HOAX

Post A Comment:

0 comments:

tes